Sunrise di Papandayan walaupun sedikit telat |
Jalan setapak yang mengarahkan kami ke jalan yang salah |
Keluar dari tenda suasana Pondok Salada masih sepi sekali, masih pada tidur. Sepertinya cuman kami yang niat banget untuk melihat matahari terbit ini. Setelah memakai perlengkapan tempur agar tidak kedinginan, kami pun mulai menuju Gober Hunt yang katanya spot paling mudah menyaksikan sunrise. Tapi eh, Gober Hunt nya dimana ya??? hayooo, no clue, petunjuk pun tak ada, orang-orang tempat bertanya pun gak ada, apa kami tanyakan saja pada rumput yang bergoyang???? hahahaha.
Pagi itu kami mengandalkan felling dan bergerak ke arah jalan setapak menuju arah timur. Di tengah jalan kami melihat ada sekelompok pendaki yang telah bangun, kebetulan sekali bukan? Kami pun bertanya mengenai keberadaan si paman gober ini.
Tidak ada tanda-tanda sunrise sama sekali |
Si kawan menunggu si ibu memanaskan gorengan |
Jalan setapak menuju Pondok Saladah |
Dari hutan mati kami bergerak ke tegal alun, kawasan padang luas dengan hamparan tanaman edelweiss si bunga abadi. Kami harus mendaki ke puncak lagi kurang lebih 30 menit untuk mencapai area ini. Medan trek yang dilalui cukup menantang karena kita akan terus memanjat sampai ke puncak. Jangan ragu untuk berhenti istirahat dan mengambil napas. Setelah melalui pendakian kurang dari 20 menit, kami memasuki kawasan hutan dan terus mengikuti jalan setapak yang sudah ada. Sesekali kami bertanya pada para pendaki yang hendak turun dari atas, memastikan kalau rute kami benar.
30 menit mendaki dengan semangat dan memasuki hutan yan rimbun, kami pun disambut oleh hamparan padang edelweiss yang, subahanallooooohh, indahnya bukan main. Walaupun matahari sudah naik lumayan tinggi, tidak terasa dan kalah dengan pemandangan yang disuguhkan oleh alam nan indah ini. Di area ini tidak diperbolehkan sama sekali mendirikan tenda, karena dikhawatirkan ekosistemnya nanti akan rusak dan tidak bagus lagi. Dari padang yang indah nan rupawan ini kami berencana menuju puncak tertinggi kawasan Papandayan ini. Rumornya memang tidak ada yang tau dengan jelas di mana puncak gunung ini berada. Bermodal nekat kami pun bertanya kepada pendaki lain yang telah ke sana dan mengikuti petunjuk arah yang di berikan.
Terus bergerak ke atas menembus hutan dengan pepohonan yang lebat kami pun menemukan sebuah pohon dan plang bertuliskan puncak Gunung Papandayan. Tak ayal kami pun mengambil papan tersebut dan apalagi kalau bukan eksis dan berfoto.... entah itu asli atau palsu, ya sudahlah, udah naik jauh-jauh gini.
Kabut sudah mulai turun dan kondisi langit saat itu sudah mulai ber awan dan kurang bagus. Kamipun memutuskan untuk kembali ke tenda untuk makan karena perut sudah mulai keroncongan. Usai sarapan yang tertunda tersebut kamipun membereskan tenda dan bersiap untuk pulang setelah jam 12 siang. Kami mengambil rute yang berbeda dari sebelumnya, yakni dari bibir kawah Papandayan. Penjaga pos sebenarnya sudah mengingatkan agar jangan menggunakan jalur tersebut karena rawan longsor, yahhhh karena memang dasarnya bandel dan banyak orang kami lihat keluar masuk jalur tersebut, kami pun tergoda. Rutenya memang sangat curam dan licin karena kondisinya adalah kerikil dan pasir jadi harus ekstra hati-hati.
Tegal alun di Puncak Papandayan |
Jalan menuju puncak papandayan |
Narsis di Puncak Papandayan |
Edelweiss si bunga abadi |
Tenda tercinta |
Jalur berbeda turun dari puncak Papandayan (berpapasan dengan para pendaki yang akan naik) |
Catatan kalau mau ke papandayan, pertama pilihlah hari weekdays dan bukan tanggal merah, karena pada umumnya pada tanggal segitu Papandayan akan dipenuhi oleh pendaki yang kebanyakan adalah keluarga-keluarga kecil. Rutenya yang mudah dan nyaman serta fasilitas dan pemandangan yang disajikan oleh gunung ini menjadikannya objek pendakian yang banyak dipilih oleh pemula. Kedua, jangan ragu menawar ongkos bus atau ojek, jangan langsung percaya ketika mereka menawarkan harga. Tawarlah terlebih dahulu dengan sopan.
So, selamat mendaki...
(c) Photo Credit by Medi & Fahri
Keren
ReplyDelete