Tuesday, September 6, 2016

Gunung Papandayan, Gunung dengan Berbagai Alternatif Pemandangan (The Best Part)

Sunrise di Papandayan walaupun sedikit telat
Jalan setapak yang mengarahkan
kami ke jalan yang salah
Ceritanya masih di Papandayan dan ini adalah the best part kalau menurut saya. Dinginnya udara pagi membangunkan saya dari tidur, sekitar jam 4 atau jam 5an gitu. Kondisi sleeping bag yang agak basah menambah ketidaknyamanan tidur kami malam itu. Saya membangunkan kedua rekan saya yang masih terlelap. Niatnya sih tadi malam kalau pagi ini mau hunting sunrise di Gober Hunt. 

Keluar dari tenda suasana Pondok Salada masih sepi sekali, masih pada tidur. Sepertinya cuman kami yang niat banget untuk melihat matahari terbit ini. Setelah memakai perlengkapan tempur agar tidak kedinginan, kami pun mulai menuju Gober Hunt yang katanya spot paling mudah menyaksikan sunrise. Tapi eh, Gober Hunt nya dimana ya??? hayooo, no clue, petunjuk pun tak ada, orang-orang tempat bertanya pun gak ada, apa kami tanyakan saja pada rumput yang bergoyang???? hahahaha. 

Pagi itu kami mengandalkan felling dan bergerak ke arah jalan setapak menuju arah timur. Di tengah jalan kami melihat ada sekelompok pendaki yang telah bangun, kebetulan sekali bukan? Kami pun bertanya mengenai keberadaan si paman gober ini.

Tidak ada tanda-tanda sunrise sama sekali
Berbekal intruksi dari pendaki tersebut kami berjalan ke arah pos dua dan dari sana kami pun mengambil jalan ke kiri, sesuai intruksi, katanya cuman 15 menit sih. 15 menit berjalan.... 20 menit berjalan.... 30 menit berjalan... hingga langit mulai terang kami baru sadar kalau kami berjalan ke arah barat dan semakin jauh. Karena jalan sudah makin mengecil dan hati ini mengatakan ada sesuatu yang janggal, cieeeeee...... Kami pun putar balik dan sampai di pos 2. Di sini lah kami baru sadar kalau pos 2 yang kami singgahi adalah si Gober Hunt dan kami hanya perlu mengambil jalan ke kanan bukan ke kiri. Wadduhhh..... si bapak-bapak yang sedang ngeteh di warung pun tertawa melihat kami yang sudah tersesat lumayan jauh. Beliau bilang kalau kami meneruskan jalan setapak tadi kami akan sampai ke Pangalengan sekalian aja ke Kawah Putih atau guling-guling cantik di kebun teh Pangalengan. Wkwkwkwk
Padang rumput di Gober Hunt

Spot lokasi tenda menghadap ke arah matahari terbit

Kawah Papandayan
Si kawan menunggu si ibu
memanaskan gorengan
Sesampainya di spot sunrise, kita telat karena mataharinya udah keburu bangun duluan, kami melihat ada beberapa kelompok yang bermalam dan mendirikan tenda di sana. Enak banget, buka tenda langsung kelihatan deh tuh matahari terbit. Dari spot ini kami juga melihat kawah Papandayan yang mengepulkan asap serta trek yang kami lalui tadi malam. Sangat indah pemandangan dari atas ini memang. Setelah mengabadikan beberapa momen kami pun bergerak ke pelataran Gober Hunt yang di sisinya terdapat warung. Kami makan gorengan di sana. Karena gorengannya sudah dingin jadi dipanaskanlah kembali sama si ibu-ibu warung, bukan karena itu gorengan bekas kemarin malam yang gak laku ya, makanan di sini memang cepat dingin sih, tapi tidak tau juga ya.... hahahah....


Jalan setapak menuju Pondok Saladah
Spot selanjutnya yang kami kunjungi adalah hutan mati. Treknya bisa diakses dari Pondok Salada dan dari sana memang hutan mati ini sudah kelihatan, kami hanya perlu mengikuti rute jalan setapak hingga mencapai kawasan padang luas dipenuhi oleh pepohonan yang telah kering dan terbakar. Sejauh mata memandang hanya terdapat pohon-pohon kering dan sangat bagus untuk di jadikan latar untuk berfoto. Kami duga pohon-pohon ini mati kepanasan mungkin saat gunung papandayan mengalami erupsi. 

Dari hutan mati kami bergerak ke tegal alun, kawasan padang luas dengan hamparan tanaman edelweiss si bunga abadi. Kami harus mendaki ke puncak lagi kurang lebih 30 menit untuk mencapai area ini. Medan trek yang dilalui cukup menantang karena kita akan terus memanjat sampai ke puncak. Jangan ragu untuk berhenti istirahat dan mengambil napas. Setelah melalui pendakian kurang dari 20 menit, kami memasuki kawasan hutan dan terus mengikuti jalan setapak yang sudah ada. Sesekali kami bertanya pada para pendaki yang hendak turun dari atas, memastikan kalau rute kami benar. 
Hutan Mati

30 menit mendaki dengan semangat dan memasuki hutan yan rimbun, kami pun disambut oleh hamparan padang edelweiss yang, subahanallooooohh, indahnya bukan main. Walaupun matahari sudah naik lumayan tinggi, tidak terasa dan kalah dengan pemandangan yang disuguhkan oleh alam nan indah ini. Di area ini tidak diperbolehkan sama sekali mendirikan tenda, karena dikhawatirkan ekosistemnya nanti akan rusak dan tidak bagus lagi. Dari padang yang indah nan rupawan ini kami berencana menuju puncak tertinggi kawasan Papandayan ini. Rumornya memang tidak ada yang tau dengan jelas di mana puncak gunung ini berada. Bermodal nekat kami pun bertanya kepada pendaki lain yang telah ke sana dan mengikuti petunjuk arah yang di berikan.

Terus bergerak ke atas menembus hutan dengan pepohonan yang lebat kami pun menemukan sebuah pohon dan plang bertuliskan puncak Gunung Papandayan. Tak ayal kami pun mengambil papan tersebut dan apalagi kalau bukan eksis dan berfoto.... entah itu asli atau palsu, ya sudahlah, udah naik jauh-jauh gini. 

Kabut sudah mulai turun dan kondisi langit saat itu sudah mulai ber awan dan kurang bagus. Kamipun memutuskan untuk kembali ke tenda untuk makan karena perut sudah mulai keroncongan. Usai sarapan yang tertunda tersebut kamipun membereskan tenda dan bersiap untuk pulang setelah jam 12 siang. Kami mengambil rute yang berbeda dari sebelumnya, yakni dari bibir kawah Papandayan. Penjaga pos sebenarnya sudah mengingatkan agar jangan menggunakan jalur tersebut karena rawan longsor, yahhhh karena memang dasarnya bandel dan banyak orang kami lihat keluar masuk jalur tersebut, kami pun tergoda. Rutenya memang sangat curam dan licin karena kondisinya adalah kerikil dan pasir jadi harus ekstra hati-hati.
Tegal alun di Puncak Papandayan

Jalan menuju puncak papandayan
Narsis di Puncak Papandayan


Edelweiss si bunga abadi
Kami sampai di Camp David sekitar jam 2 siang dan kondisi cuaca saat itu sudah mulai gelap. Tak mau tetipu dua kali. Kami pun berencana untuk menunggu pick up penuh agar akomodasi bisa ditekan. Pucuk dicinta ulampun tiba, tukang ojek yang sedang lewat menawarkan kami harga 15 rb per motor untuk turun ke bawah. Saat itu hanya dua motor untuk kami bertiga. Tanpa pikir 2 kali kamipun mengiakan dan segera meluncur karena pick up yang ditunggu penuhnya masih lama.
Tenda tercinta

Jalur berbeda turun dari puncak Papandayan (berpapasan dengan para pendaki yang akan naik)
Tukang ojek bilang kalau ongkos ke Bandung itu cuman 35 ribu. Kalau beruntung malah bisa sampai 25rb. Berbekal pengetahuan itupun kami berinisiatif menyetop elf Bandung Cikajang dan menawar dengan harga 35 rb. Si bapak ngotot dengan harga 45 ribu, yah kami jual mahal dong. Hingga akhirnya dia menyerah dengan harga 35 rb kami pun langsung naik dan cusss ke Bandung tanpa pindah bus.

Catatan kalau mau ke papandayan, pertama pilihlah hari weekdays dan bukan tanggal merah, karena pada umumnya pada tanggal segitu Papandayan akan dipenuhi oleh pendaki yang kebanyakan adalah keluarga-keluarga kecil. Rutenya yang mudah dan nyaman serta fasilitas dan pemandangan yang disajikan oleh gunung ini menjadikannya objek pendakian yang banyak dipilih oleh pemula. Kedua, jangan ragu menawar ongkos bus atau ojek, jangan langsung percaya ketika mereka menawarkan harga. Tawarlah terlebih dahulu dengan sopan.

So, selamat mendaki...
(c) Photo Credit by Medi & Fahri

1 comment:

Habis Bensin di Antah Berantah, Eksplore Bumi Laskar Pelangi

Danau Kaolin Di Belitung Hari ke-2 di Belitung saya berencana mengunjungi Danau Kaolin, dan paling jauh saya ingin mengunjungi Gantong. Ada ...